Minggu, 18 Januari 2009

Jangan Tinggalkan Kami Pangeran


Kaka adalah pangeran Rossonerri. Sumbangsihnya selama ini dengan begitu besar pada tim kesayangan kita, AC Milan
Sebenarnya kesetiaan Kaka tak perlu diragukan. Tawaran menarik darei Madrid dan Chelsea, tak membuat pria Katolik taat ini berpaling dari Milan. Namun apakah Kaka bisa sebesar seekor anjing herder kepada majikannya? belum tentu.
Kini, kesetiaan Kaka diujui. Ya, Manchaster City yang amat ngebet dengan Kaka rela merogoh kocek sedalam 100 juta pound untuk memboyong suami Caroline Cellico ini. Bukan hanya itu, City juga siap menggaji Kaka sebesar 500.000 pound per pekan.
Tanda-tanda Kaka akan pergi terlihat saat Milan berhasil mempecundangi Fiorentina 1-0. Setelah peluit panjang dibunyikan, Kaka langsung memberi lambaian tangan kepada para milanisti. Selain itu, Kaka juga memeluk rekan-rekan timnya satu per satu.
Hal yang dilakukan Kaka ini seolah merupakan salam perpisahan untuk Milan. Sinyal kepergian Kaka diperkuat dengan fakta kalau Milan mempunyai total hutang sebesar 100 juta pound, sama dengan banderol yang ditawar City untuk mendapatkan Kaka. Jadi, bila Kaka terjual, Milan bisa menutup seluruh hutangnya.
Tapa. apapun yang terjadi, kami para milanisti tidak ingin dikau pergi, wahai juara sejati. Performamu memang sedikit berkurang pasca datangnya Ronaldinho ke Via Turati. Meskipun begitu, kau tetap roh permainan Milan kami. kami tak tahu apa yang terjadi jika engkau meninggalkan Milan. So,jangan tinggalkan kami, pangeran!

Sabtu, 17 Januari 2009

Song For Gaza

WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)
Copyright 2009


A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Senin, 12 Januari 2009

Beckham kurang gereget


Semua milanisti di seluruh dunia, pasti sudah menanti-nanti debut Beckham bersama AC Milan. Nah, kebetulan tadi pagi, saat Milan melawat ke Olimpico guna menghadapiu Roma, Beckham langsung turun sebagai starte. Nggak tanggung-tangung, dia main selama 90 menit!
Namun sayang, penampilan Beckham pada debutnya nggak ada geregetnya sama sekali. Apalagi di babak pertama. Suami Victoria Adams ini terlighat amat canggung. Ditugaskan sebagai perusak irama permainan lawan, Beckham tak mampu melakukannya. Walhasil, meskipun kalah ball possesion, Roma terlihat dapat mengembangkan permainan. Untungnya, para punggawa rossonerri mampu memperbaiki permainan pada babak kedua.
Bukan hanya itu, umpan-umpan crossing yang menjadi ciri khasnya sama sekali tak ada yang membuahkan hasil. Namun ini bukan sepenuhnya salah Becks.
Carlo Anceelloti jelas merupakan sosok yang paling bersalah atas kurang geregetnya penampilan Beckham senin(11/01) dini hari tadi. Keputusan Carleto memberikan peran sebagai perusak irama lawan jelas merupakan kesalahan besar. Sebab, kita tahu Beckham adalah gelandang yang lebih bertipe menyerang, bukan gelandang bertipe bertahan seperti Gatusso atau Flamini.
Meskipun penampilan Becks belum memuaskan , saya tetap mengucapkan, Benvenutto Becks!! Selamat datang Becks

Jumat, 09 Januari 2009

Burgess Kunci Kesuksesan Rossi


Valentino Rossi, sang pembalap yang sudah menjuarai kejuaraan dunia balap motor sebanyak delapan kali(sekali di kelas 125cc dan 250 cc serta enam kali di kelas 500cc/MotoGP). Dia diidolakan banyak orang dari para gadis hingga ibu-ibu, dari anak-anak hingga orang dewasa, dan dari orang awam hingga para pengamat.
Ia adalah raja trek balap. Dari tahun 2001 hingga 2005 tak satupun pembalap yang mampu mematahkan dominasinya. Pembalap seperti Kenny Roberts Junior, Max Biaggi hingga Sete Gibernau takluk oleh keganasannya di atas aspal panas.
Namun kesuksesan yang diraihnya tidak lepas dari kejeniusan kepala mekaniknya yang bernama Jeremy Burgess. Berkat kepiawaiannya, Wayne Gardner, Mick Doohan, dan Valentino Rossi menjadi juara dunia.
Jeremy dikenal sebagai orang yang hangat, ramah dan sopan. Tidak heran kalau Valentino Rossi amat menyukainya. Ia dan Valentino Rossi adalah pasangan sempurna. Lima gelar juara dunia Rossi di kelas 500cc/MotoGP diraih bersama Jeremy. Itu membuktikan kalau “tangan dingin” Jeremy sangat berperan dalam kesuksesan Rossi.
Maka tidak heran saat Rossi memutuskan untuk pindah ke Yamaha, ia langsung mengajak Jeremy untuk ikut pindah. Ya, Rossi memang sangat membutuhkan masterpiece Jeremy Burgess.
Begitupun saat Rossi naik kelas dari kelas 125 cc ke 250cc pada tahun 2000. Tanpa ragu Rossi langsung memilih Jeremy Burgess sebagai kepala insinyurnya. Akhirnya bersama Jeremy, The Doctor membuat tim sendiri di Italia bernama Nastro Azzuro Honda alih-alih bergabung dengan HRC Repsol. Saat Rossi memutuskan untuk bergabung ke tim HRC Repsol tahun 2002, Jeremy ikut dengannya.
Di buku otobiografinya yang berjudul If I Had Never Tried It, Rossi mengatakan kalau para pegawai Honda adalah pribadi-pribadi yang terlalu serius dan tidak menyenangkan. Mereka selalu menuntut pembalapnya untuk menang. Tapi mentalitas seperti ini tidak ditemukan pada diri Jeremy. Jeremy adalah orang yang sangat menyenangkan walaupun ia sudah puluhan tahun bekerja dengan Honda.
Rossi sendiri mempunyai hubungan khusus dengan Jeremy. Bisa dibilang hubungan ini seperti hubungan ayah dan anak. Mereka sudah bekerjasama selama delapan tahun, tapi kita tidak pernah mendengar kabar kalau Rossi dan Jeremy bertikai. Bahkan hubungan mereka semakin akrab. Bahakan saat motor Yamaha YZR M1 mengalami masalah, Rossi tak pernah menyalahkan Jeremy.

Rossi Vs Biaggi


Inilah perseteruan terbesar yang melibatkan dua pembalap sepanjang sejarah olahraga balap motor. Ya, perseteruan antara Valentino Rossi dan Max Biaggi. Banyak yang bilang, perseteruan mereka meruoakan representasi dari permusuhan antara kapitalisme Italia Utara melawan Sosialisme Italia Selatan. Biaggi merupakan representasi dari Italia utara dan Rossi Italia Selatan. Namun yang jelas, perseturuan mereka tidak hanya terjadi di trek Balap, tapi juga di luar trek.
Perseteruan mereka sebenarnya sudah dimulai sejak Grand Prix Malaysia pada tahun 1997. Kala itu, Rossi berhasil menang di kelas 125cc, sementara Biaggi menang di kelas 250cc. Lalu ada seorang wartawan bertanya, “Apakah kamu ingin menjadi Biaggi versi 125cc?” tanya wartawaan itu. Namun Rossi menjawab,”Maaf, sepertinya justru dia yang ingin menjadi Rossi dengan kelas 250cc nya,” jawab Rossi.
Komentar seperti ini tentu sangat disenangi wartawan. Lalu terjadilah perseteruan besar ini.
Sehari Sebelum uji coba GP Suzuka 1997, Biaggi langsung melabrak Rossi di salah stu restoran di Suzuka. Anda tahu apa yang dikatakan Biaggi? “cuci dulu mulutmu sebelum berkomentar tentang diriku,” ucap Biaggi kepada Rossi.
Perseteruan kedua pembalap ini makin menajam saat mereka mulai tampil bersama di kelas 500cc. Saat Rossi dipastikan tampil di kelas 500cc pada tahun 2000, Biaggi membuat pernyataan yang bisa membuat Rossi “kebakaran jenggot”. Ya, dia mengatakan,”Rossi bersama orang-orang dewasa sekarang, di kelas 500cc ia harus bisa bersaing dengan pembalap sungguhan sekarang”.
Biaggi menambahkan : Sekarang, ia harus mencopot dan menyimpan barang-barang mainannya ke lemari, karena sekarang ia bukan badut kecil lagi”. Sungguh perkataan yang amat melecehkan.
Puncak perseteruan mereka terjadi pada tahun 2001. Saat itu mereka sedang melakukan balapan kelas Moto GP (Sebelumnya bernama kelas 500cc) di sirkuit Suzuka, Jepang. Kala itu Biaggi menyikut Rossi saat motor keduanya melaju dengan kecepatan 220 km/jam! Ini merupakan tindakan yang amat gila. Apalagi Biaggi melakukannya berkali-kali, hingga pada satu momen, Rossi keluar dari trek. Untungnya, ia masih bisa melanjutkan balapan.
Lalu, akhirnya Rossi mampu menyalip Biaggi di sebuah tikungan. Setelah berhasil, menyalip Biaggi, tanpa piker panjang Rossi langsung mengacungkan jari tengah ke arah seterunya tersebut.
Satu momen lagi yang tak boleh dilupakan. Mereka melakukan hal yang amat memalukan pasca lomba di GP Catalunya 2001. Ketika hendak naik podium, mereka berkelahi!!

The Black Panther


Bila kita membicarakan Sepakbola Portugal, tak lengkap rasanya jika kita tidak membicarakan Eusobio. Di eranya 1960-an, dia adalah predator yang sangat menakutkan. Naluri mebunuh dan teknik bermainnya amat menakjubkan. Tak ayal bila mempunayai empat julukan yang amat mentereng, yaitu The Black Panther, O`Eei (Sang Raja), Black Pearl hingga Los Magricos.
Namun, dia bukan orang asli Portugal. Dia hanyalah orang miskin yang lahir di Mozambik, tepatnya di kota Lourenco Marquez, 25 Januari 66 tahun silam.
Namun saat ia masuk klub Sporting Lourenco Marquez, hidupnya berubah total. Parental klub dari Sporting Lourenco Marquez, menguji bakatnya pada akhir tahun 1960.
Namun ternyata ada armada kapal perompak yang siap membajak Eusebio. Ya, kapal perompak itu bernama Benfica, klub yang merupakan musuh abadi Sporting Lisbon.
Ceritanya, pelatih Benfica kala itu, Bella Guttman mendengar nama Eusebio dari seorang tukang cukur di kota Lisbon. Lalu Guttman meminta informasi kepada pelatih Sao Paulo yang kala itu sedang melakukan tur di Portugal. Sebelum ke Portugal, klub Brazil ini, mengunjungi Afrika. Lalu setelah itu. Setelah itu, Guttman pergi ke Mozambik dan menemui sang calon bintang yang kala itu belum genap berusia 17 tahun itu secara diam-diam.
Setelah ditunggu, akhirnya sang bintang tiba di Lisbon untuk membicarakan kontrak dengan Sporting. Namun, Eusebio mutung pada Sporting. Apa pasal? Ibu Eusebio dilarang ikut ke Portugal oleh klub yang bermarkas di Stadion Jose Alvalade ini. Nah disinilah angin segar berbalik ke Benfica. Mengetahui Eusebio tak senang dengan syarat aqng diajukan Sporting, Benfica langsung menculik dan menyekap pemuda ini di tempat pemancingan di daerah Algavre.
Akhirnya, Eusebio memilih Benfica. Klub ini memperbolehkan ibunya ikut ke Portugal. Dam Benfica memang beruntung mendapatkannya. Dalam debutnya pada tahun 1961, ia langsung mencetak hattrick. Di tahun ini pula ia melakukan debut di Tim Nasional (Timnas) Portugal saat melawan Luxemburg.
Sumbangsinya pada Benfica dan Portugal pun amat besar. Untuk Benfica, ia telah menyumbang 10 titel Liga Super Portugal, Lima kali juara Piala Porugal dan satu title Liga Champion pada tahun 1962.
Sementara untuk Portugal, Eusebio berhasil membawa tim berjuluk Seleccao ini mencapai Semifinal Piala Dunia 1966 di Inggris. Sayang, di semifinal Portugal kalah 2-1 dari tuan rumah. Namun, di pertandingan ini, Eusebio berhasil mencetak satu gol ke gawang Inggris yang dikawal Gordon Banks. Penampilannya kala itu juga amat fenomenal, sehingga rakyat Inggris amat menanjungnya. Bukan hanya itu, patungnya pun dibuat di daerah Madame Tasaud.
Setelah sukses bersama Benfica, pda tahun 1975, ia mencoba peruntungan di North America Soccer League (NASL). Namun Eusebio hanya empat tahun merumput di NASL. Pada tahun 1979, ia bermain di Liga Meksiko bersama klub Monterey sebelum ia kembali dan mengakhiri karier di Portugal bersama klub Beira Mar.

Selasa, 16 September 2008

Kegagalan Manajemen Sebab Kegagalan Real Madrid Pada Musim Kompetisi 2003/2004, 2004/2005, dan 2005/2006 (Tugas Manajemen Media

Ingatkah anda dengan apa yang terjadi pada Real madrid pada medio tahun 2003 hingga 2006? Klub berjuluk Los Merengues ini mempunyai skuad yang sangat dahsyat. Mereka mempunyai dua pemain termahal dunia dalam diri Luis Figo dan Zidane. Plus David Bechkam, Ronaldo, Raul Gonzales, dan pemain-pemain berkelas lainnya.

Tapi bagaimana prestasi mereka pada medio tersebut? Jawabannya nihil. Alih-alih mendapatkan gelar, mereka justru berada di bawah bayang-bayang seteru abadi mereka, Barcelona.

Lantas semua bertanya, apa yang membuat tim bertabur bintang seperti Madrid? Jawabannya adalah kegagalan para pelatih-pelatih mereka di medio tersebut dalam hal mengolah skuad yang ditaburi banyak bintang.

Bayangkan, di medio ini, tercatat ada lima enternador yang menangani mereka. Sebut saja Carlos Queiroz, Jose Antonio Camacho, Mariano Garcia Remon, Wanderlei Luxemburgo, dan Juan Ramon Lopez Caro.

Pada era kepelatihan Carlos Queiroz, Madrid sempat menggebrak di awal musim. Mereka sempat berada di jalur treble Winner. Namun pada akhir musim, alih-alih memenangi tiga gelar sekaligus (Liga Spanyol, Liga Champion dan Copa Del Rey) mereka justru gagal meraih satu gelarpun.

Kala itu, pemain-pemain depan Madrid memang sangat subur mencetak gol pada awal musim Namun pertahanan mereka amat rapuh. Jadi tidak heran bila mereka kerap menang dengan skor-skor besar semisal 4-2, 5-2, 5-3 dan sebagainya. Nah, begitu para penyerang seolah berhenti mencetak gol, barisan belakang mereka belum sembuh dari wabah kerapuhan. Walhasil, musim 2003/2004 menjadi kuburan untuk Madrid. Intinya Carloz Queiroz gagal memanage tim yang solid, sehingga mereka hanya dahsyat di depan namun rapuh di belakang.

Berbeda dengan empat penerusnya. Camacho, Remon, Luxemburgo dan Lopez Caro gagal menyatukan para pemain bintang. Pemain semacam Ronaldo, Zidane, Figo dan jurgador-jurgador kelas wahid lainnya seolah ingin menjadi pangeran baru Bernabeu menggeser sang pangeran sesungguhnya, Raul Gonzales.

Jadi jangan heran bila pada musim kompetisi 2004/2005 dan 2005/2006 Los Galacticos seperti serombongan pemain sirkus yang hanya bisa bertraksi di atas lapangan namun tidak dapat mencetak gol.

Karena kegagalan memanage pemain ini pulalah yang membuat pemain sekelas Ronaldo mengalami masa-masa tersuram sepanjang kariernya. Pemain yang kini berusia 32 tahun ini mengalami kegemukan. Otomatis kecepatan pemain berjuluk Il Phenomeno ini berkurang sehinnga pada awal tahun 2007 ia resmi dilego ke AC Milan dengan Banderol 7 juta euro.

Cerita tadi adalah sebuah contoh dari sebuah kegagalan manajemen yang terjadi di klub sepakbola. Klub dengan skuad nomor satu tidak akan menjadi tim yang hebat bila tidak ditangani oleh orang yang tepat. Ibarat sebuah kue yang dibuat dari bahan baku nomor satu tatapi tidak ditangani oleh koki yang hebat. Pasti kue itu tidak enak bukan?